PENGUATAN PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT

Kotabaru (Kalsel) || Bameganews.com – Indonesia adalah negara yang mengedepankan hukum, sebagaimana tertuang dalam UUD NRI Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) “ Negara Indonesia adalah negara hukum “. Sebagai negara yang mengedepankan hukum, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, termasuk persamaan di bidang politik, hukum, sosial, budaya dan pendidikan, merupakan karakteristik yang harus dimiliki oleh Indonesia sebagai negara hukum. Sistem hukum kita di Indonesia terdiri dari empat pilar utama dalam penegakan hukum, yaitu polisi, jaksa, hakim dan Advokat.
Profesi advokat adalah salah satu pilar penegak hukum, selain Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Kepolisian. Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat hukum, pengacara praktek maupun sebagai Konsultan hukum. Syarat formal untuk dapat menjadi advokat tentunya adalah berlatar belakang pendidikan S-1 Ilmu Hukum Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia. Keberadaan Advokat sangat penting untuk melindungi hak dan kepentingan klien, terutama karena sebagian besar.masyarakat Indonesia memiliki keterbatasan dalam memahami hukum. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan. Keberadaan advokat telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Peran advokat dalam penegakan hukum tidak hanya berfokus memenangkan perkara, tetapi juga pada bagaimana memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi klien.
Keorganisasian
Undang – Undang Advokat sebagai payung hukum bagi para Advokat di dalam menjalankan peran dan fungsinya, juga didalamnya termasuk diatur kelembagaan organisasi advokat (Bar Association Advokat). Di dunia dikenal beberapa bentuk bar association untuk advokat, yaitu; pertama, singgel bar association yaitu hanya ada satu organisasi advokat dalam yurisdiksi ( wilayah hukum dalam suatu negara), kedua, multi bar association yaitu terdapat beberapa organisasi advokat yang masing-masing berdiri sendiri, dan ketiga, Federation of bar association yaitu organisasi -organisasi advokat yang ada bergabung dalam federasi di tingkat nasional, dalam hal ini sifat keanggotaannya adalah ganda, pada tingkat lokal dan nasional. Fungsi organisasi advokat sebagai wadah para advokat bernaung, wadah perlindungan advokat, selain itu juga sebagai pengatur, pengawas, pembinaan para advokat. Organisasi Advokat juga sebagai wadah perekrutan advokat, pengkaderisasi, melakukan pendidikan khusus profesi advokat, melaksanakan ujian profesi advokat dan melakukan pelantikan dan penyumpahan advokat. Pada awalnya ketika Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat lahir, disebutkan dalam pasal 1 ayat (2) “Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan undang-undang , selanjutnya didalam pasal 32 ayat (3) Untuk sementara tugas dan wewenang organisasi advokat sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dijalankan bersama oleh 8 (delapan) Organisasi Advokat yaitu, Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). 21 Desember 2004 terbentuk Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dengan tujuan dan harapan terdapat wadah tunggal untuk mengatur, mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap advokat-advokat yang terdapat di 8 (delapan) organisasi tersebut.
Dalam proses perjalanan PERADi mengalami dinamika keorganisasian yang berujung pada perbedaan pandangan dan pendapat, yang pada akhirnya terpecah, berdirilah organisasi advokat baru yaitu Kongres Advokat Indonesia (KAI), PERADI pun hari ini banyak versinya demikian juga KAI, lalu kemudian muncul juga P3HI. Banyaknya organisasi advokat ini tentu akan berpengaruh terhadap legetimasi advokat itu di dalam berpraktek dan beracara khususnya di Pengadian. Berdasarkan Putusan MK No.112/PUU-XII/2014 dan No 36/PUU-XII/2015, frasa “ di sidang terbuka Pengadilan Tinggi “ pasal 4 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “ Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang secara de facto ada yaitu PERADI dan KAI “.
Kemudian sejak adanya Putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016, pasal 2 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “ yang berhak menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) adalah organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang fakultas hukumnya minimal terakreditasi B atau Sekolah Tinggi Hukum yang minimal terakreditasi B “. Maka dengan demikian PKPA dapat dilakukan oleh organisasi advokat sepanjang terdaftar dan diakui oleh pemerintah dalam hal ini terdaftar di Dirjend AHU Kementerian Hukum RI.
Semula sebelum terjadi perpecahan dan konflik PERADI dan KAI, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Ketua MA RI Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/MA terdapat 8 butir yang kedua : “ bahwa berdasarkan surat Ketua MA Nomor : 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 yang pada pokoknya Ketua Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah para advokat yang telah memenuhi syarat dengan ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut harus diajukan oleh PERADI. Ternyata kesepakatan tersebut tidak dapat diwujudkan sepenuhnya, bahkan PERADI yang dianggap sebagai wadah tunggal sudah terpecah dengan masing-masing mengklaem sebagai pengurus yang sah. Menyikapi perpecahan tersebut Mahkamah Agung RI kembali kemudian mengeluarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 73/KMA/HK.01/2015 merubah sistem wadah singgel bar association menjadi multi bar association yang mengembalikan organisasi advokat sesuai dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 32 dan 33 di mana 8 organisasi advokat sebagaimana tercantum mempunyai legal standing menjalankan organisasi advokat, pendidikan dan penyumpahan melalui Pengadilan Tinggi.
Penutup
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 26/PUU-XI/2013, pasal 16 UU no.18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “ advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klein di dalam maupun diluard luar sidang pengadilan “. Sebagai salah salah satu pilar penegakan hukum Advokat juga terikat kepada Kode Etik Profesi, dan secara ideal memiliki 5 aspek perjuangan yang ideal karena, tanggung jawab moral mereka sebagai Advokat/Pengacara. Aspek-aspek itu adalah meliputi aspek kemanusiaan, aspek tanggung jawab sosial, aspek kebebasan, aspek pengembangan negara hukum dan aspek pengembangan demokrasi. Seperti halnya penegak hukum lainnya. Advokat/pengacara harus diberikan dan dilindungi oleh berbagai hak sebagai konsekwensi dari peran mereka sebagai penegak hukum.
°) Alumni FH ULM Banjarmasin dan Magister Ilmu Hukum UNMER Malang. (AG)